Perlu Kebijakan Khusus Perpanjang HGU BUMN Perkebunan
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron saat memimpin Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR RI ke Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Foto: mastur/jk
Pemerintah diminta untuk memberikan kekhususan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan agar dalam perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) tidak terlalu memberatkan dari sisi pembiayaan. Satu hari saja HGU tidak diperpanjang akan banyak patok, baik masyarakat atau komunitas lain yang akan memanfaatkan kawasan yang dianggap sebagai tanah negara bebas.
Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron saat memimpin Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR RI ke Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, baru-baru ini. Salah satu bahasan dalam acara ini adalah masalah reforma agraria dan Pendaftaran Tanah Sitematis Lengkap (PTSL) dan evaluasi HGU Perkebunan, khususnya PTPN VIII.
Menurut legislator Partai Demokrat itu, di seluruh Indonesia ada ada 14 PTPN dan hampir semua perkebunan yang dikelola oleh BUMN kondisi keuangannya tidak baik. Karena itu, harus ada diskresi atau keputusan yang berpihak pada BUMN Perkebunan ini.
“Pasalnya perpajangan HGU butuh dana yang cukup besar. Semestinya pemerintah memberikan kekhususan kepada PTPN I sampai XIV untuk perpanjangan HGU, tanpa harus membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan BPN. Tapi nanti akan diperhitungkan kepada deviden yang disetor kepada negara,” jelas Herman.
Sedangkan kesanggupan PTPN VIII yang siap melepas lahannya untuk perluasan wilayah Lebak, mantan Pimpinan Komisi IV DPR RI ini menyatakan, terkait pengalihan hak atas barang milik negara, tidak semudah yang dibayangkan. Setelah ada izin dari Kementerian BUMN, kemudian beralih hak menjadi hak pengelolaan Pemda, banyak aspek harus dirumuskan dan diselesaikan.
“Ini yang harus dirumuskan, dan sudah dibahas dalam RUU Pertanahan bahwa terkait dengan barang milik negara harus betul-betul dirumuskan secara tepat. Sehingga tidak menabrak aturan hukum,” pungkas legislator dapil Jawa Barat itu.
Sementara dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Bidang Masyarakat Adat Kementerian Agraria dan Tata Ruang Bahrumsyah mengatakan, perluasan wilayah Lebak sudah mendesak dan pelepasan tidak terlalu sulit asal PTPN VIII prinsipnya menyetujui.
“Hanya izin dari Menteri saja, ada persetujuan pelepasan. Kami hanya mencatat dari HGU lalu pengukuran wilayah mana saja yang akan dijadikan perkembangan kota bersama BUMN dan Pemkab Lebak. Dengan alat yang sudah ada paling lama 2 minggu, minggu pertama pasang patok, kemudian satu minggu lagi dilakukan pengukuran langsung bisa ditentukan,” jelasnya.
Ia menambahkan, Komisi II DPR RI bisa memperjuangkan dan meminta kepada Menteri BUMN untuk bisa melepaskan wilayah ini. Apalagi wilayah tidak produktif juga adanya perkampungan yang sudah dikuasai masyarakat. “Supaya tidak ada konflik di belakang hari,” pungkas Bahrumsyah. (mp/sf)